Pair(s)
: Kyan x Kiryuuin (main), Sujk x Kiryuuin, Kenji x Jun
Genre
: Romance/Hurt
Rated
: T
~
♥ ~ ♥ ~ ♥ ~ ♥ ~
Semalaman penuh Kiryuuin terus menangis
tanpa henti. Dia memeluk lututnya dengan erat. Matanya tidak hanya sembab tapi
juga dihiasi lingkaran hitam yang terlihat jelas.
“Kyan... temuilah aku sebentar saja...”
gumamnya dengan suara serak. Hatinya tidak kuat menerima kenyataan. Dia terus
menguatkan dirinya sendiri dengan puluhan kata penyemangat, namun air matanya
malah semakin deras mengalir.
Tiba-tiba dia melihat serangkai mawar
besar ada di dekat pintu apartment-nya.
Aneh. Dia tidak pernah merasa memesan bunga. Lalu, siapa yang menaruhnya di
sana? Dia tidak melihat siapapun masuk ke apartment-nya
padahal dia terjaga sepanjang malam. Lagipula dia mengunci pintu apartment-nya, jadi dari mana orang itu
masuk? Tidak ada celah yang masuk akal untuk dilewati.
Kiryuuin turun dari ranjang lalu
mengambil bunga itu. Matanya menyipit melihat kertas yang terselip di antara
tangkai bunga itu.
‘Selamat Natal, Sayang...’
Kiryuuin sedikit bergetar membaca
tulisan yang ada di kertas tersebut. Mendadak hatinya menghangat. Dia yakin
kalau itu tulisan Kyan, namun dia bergidik melihat darah yang mengering
mengotori tepian kertas itu.
“Berarti Kyan pulang...” gumam Kiryuuin
lalu segera berlari ke kamar Kyan. Kosong. Apakah Kyan pergi lagi? Hanya Kyan
yang bisa masuk ke apartment karena
satu-satunya kunci duplikat dibawa oleh Kyan.
-TING TONG-
Kiryuuin terlonjak kaget mendengar bel apartment-nya berbunyi. Sempat dia
berharap kalau itu adalah Kyan, namun dia langsung menepis pikirannya. Dia
yakin saat ini Kyan pasti sedang bersenang-senang dengan istrinya.
“Shou-chan~”
Ah ternyata Jun yang datang, bukan Kyan.
Walau sedikit kecewa, namun Kiryuuin senang Jun mengunjunginya. Setidaknya ada
yang sedikit mengalihkan pikirannya yang kalut.
“Shou-chan, aku membawakan ramen untukmu~” Jun mengeluarkan dua mangkuk
ramen yang masih mengepulkan asap.
“Jun... Kau sendirian saja? Kenji
kemana?”
“Kenji-kun sedang mengurusi entah-apalah-itu-namanya aku lupa,” jawab Jun.
Dia memperhatikan wajah Kiryuuin cukup lama. “Kau habis menangis ya?”
“A—ku... hanya kangen rumah kok,” ucap
Kiryuuin sembari menundukkan wajahnya. “Ayo dimakan ramennya nanti dingin. Ini
enak sekali. Terimakasih ya...”
Jun tersenyum lalu ikut memakan
ramennya. “Tadi aku mengantrinya lama sekali. Di musim dingin begini ramen
memang banyak peminatnya.”
“Jun, aku menemukan undangan pernikahan
Kyan terselip di majalah—”
“Hal itulah yang sebenarnya ingin kubahas
denganmu,” potong Jun. Tiba-tiba pandangan matanya berubah serius, membuat
Kiryuuin yakin kalau Jun membawa kabar buruk untuknya.
“Kyan meninggal dua hari yang lalu...”
Sepenggal kalimat yang Jun ucapkan bagai
racun yang merusak syaraf Kiryuuin. Membuat kepalanya semakin pening, tubuhnya
melemas, dan mendadak dia tidak tahu harus berbuat apa. Tenaganya seakan
terserap habis oleh kesedihannya. “Aku tidak percaya...”
Mata Jun ikut memanas melihat keadaan
Kiryuuin yang begitu menyedihkan. Dia tahu kalau Kiryuuin sudah sangat sedih
dengan berita pernikahan Kyan, dan sekarang dia pasti lebih terpukul oleh
berita kematian Kyan. “Maafkan aku baru memberitahumu sekarang. Sebulan yang
lalu Kyan memintaku dan Kenji untuk merahasiakan pernikahannya darimu. Dia
ingin memberitahumu pada malam natal tapi ponselmu tidak bisa dihubungi. Jadi
dia menerjang badai salju untuk dapat membertahumu sekaligus minta maaf padamu
karena tidak bisa tinggal bersamamu lagi. Tapi... dia mengalami kecelakaan...”
“Tidak mungkin! Dia tidak mungkin
meninggal! Tadi malam dia kemari dan membawakan bunga untukku!” Kiryuuin
menunjuk ke ranjangnya –dimana tadi dia meletakkan bunga itu- tapi kenapa
sekarang tidak ada? Dia terus mencarinya di setiap sudut kamar, namun tidak
kunjung dia temukan.
“Aku tidak bohong...” ucapnya frustasi. Dia
memegangi kepalanya yang semakin berat. Menurutnya ini semua terjadi terlalu
mendadak, penderitaan menyerangnya bertubi-tubi.
Jun menarik tubuh Kiryuuin dan
memeluknya dengan erat. “Kuatkan dirimu. Waktu tidak dapat mundur kebelakang,
jadi percuma kau menangisinya.”
“TIDAAAKKKK! AKU TIDAK MAU! KYAN,
KEMBALI!!!” Kiryuuin terus berteriak, berharap Kyan akan mendengarnya.
“Kiryuu! Kiryuu, bangunlah!” Kyan mengguncang
tubuh Kiryuuin dengan kuat. Sudah tiga jam Kiryuuin tertidur sambil menangis
dan terus berteriak. Tubuh Kiryuuin juga sudah dibanjiri peluh padahal suhu
ruangan rendah sekali. Itu jelas membuat Kyan hampir mati ketakutan.
“KYAAAANNN~” Tiba-tiba Kiryuuin bangun
dan mendorong Kyan hingga jatuh dari ranjang. Dia kaget melihat Kyan yang
tiba-tiba muncul di hadapannya.
“Kyan... Kau kah itu?” tanya Kiryuuin
sembari memandangi Kyan yang tengah memegangi punggungnya yang nyeri. Perlahan
dia menyentuh pundak Kyan, hanya untuk memastikan kalau yang ada di hadapannya
bukanlah bayangan semata.
“Sakit!” Kyan mendengus.
“Maaf...” Kiryuuin hendak membantu Kyan
bangun, namun tangannya malah ditarik oleh Kyan membuatnya limbung dan jatuh
menindih tubuh Kyan. “Kyan, apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!”
“Tidak akan aku lepaskan sebelum kau
jelaskan padaku kenapa kau menangis.”
Kiryuuin memejamkan matanya. Dia memutar
memory-nya untuk mengingat semua
kejadian ‘mengerikan’ yang dia alami selama Kyan tidak ada. “Jadi... Aku marah
padamu karena kau tidak mengucapkan selamat natal padaku!” ucapnya dengan pipi
menggembung.
Kyan langsung tertawa mendengarnya,
membuat Kiryuuin semakin kesal. Bisa-bisanya dia tertawa dengan enaknya
sementara dirinya menderita setengah mati.
“Maaf... Maaf... Aku sibuk sekali.”
“Sibuk? Apa yang kau lakukan sampai kau
tidak bisa menyisihkan semenit saja waktumu untuk mengirimiku pesan?!” Sekarang
Kiryuuin benar-benar kesal. Dia memukul pundak Kyan dengan keras.
“Auch~ jangan memukulku!”
“Kau menyebalkan sekali!”
“Jangan marah-marah dulu, kau kan belum
selesai bercerita...”
“Baiklah... Uhmm~ Paginya aku bertemu
dengan seorang pemuda yang sangat baik padaku. Dia membantuku membawa belanjaan
dan mengantarkanku pulang. Karena cuacanya buruk jadi aku menyuruhnya untuk
singgah disini dulu. Kami berbincang banyak dan aku mencurahkan kesedihanku
padanya. Sampai akhirnya aku tertidur dipelukannya—”
“APAAA?!!! Baru tiga hari aku tinggal, kau
sudah berani membawa orang asing masuk ke apartment
kita?!” Kyan langsung naik pitam.
“Diam dulu! Aku kan belum selesai
bercerita!” seru Kiryuuin membuat Kyan bungkam. “Jadi, setelah aku ketiduran
aku bermimpi kau menikah dan meninggalkanku... Aku sangat sedih jadi aku
menangis, tapi aku tidak sadar kalau aku sampai mengigau.”
“Aku benar-benar minta maaf... Jujur
saja, berjauhan denganmu terlalu lama membuatku pusing. Makanya aku membuat ini
untukmu...” Kyan memberikan sebuah kunci kepada Kiryuuin. “Itu adalah kunci
rumahku—maksudku rumah kita. Aku membangunnya untuk kita tinggali bersama. Aku
sibuk mengurusinya sampai lupa tidak menghubungimu, tapi percayalah.... Aku
selalu memikirkanmu. Aku sangat merindukanmu.”
Mata Kiryuuin berbinar-binar menatap
kunci di depannya. Bukankah dengan kata lain Kyan mengajaknya untuk hidup
bersama?
“Mulai sekarang kau tidak punya alasan
lagi untuk menolak menghabiskan malam natal bersamaku, karena sekarang kita
sudah punya keluarga sendiri.” Selama ini Kiryuuin memang selalu menolak ajakan
Kyan untuk merayakan natal bersama karena dia tidak mau terlalu merepotkan
Kyan. Setiap hari dia selalu menempel pada Kyan, jadi dia ingin memberikan
kesempatan Kyan bebas melakukan segala hal tanpanya. Namun ternyata dia tidak
sadar kalau hal yang disebutnya ‘kesempatan’ itu malah memakan diri mereka yang
terlanjur sudah saling membutuhkan.
Kiryuuin tidak dapat menyembunyikan
kebahagiaannya. Dia langsung memeluk Kyan dengan erat. “Terimakasih~”
Kyan hanya tersenyum simpul dan membalas
pelukan Kiryuuin. Selama ini bukan hanya Kiryuuin yang menderita saat berjauhan
dengannya, namun dia juga merasakan hal yang sama. Dia tidak tahan berjauhan
dengan Kiryuuin karena hatinya selalu tidak tenang -takut Kiryuuin diambil
orang lain-. Buktinya baru tiga hari ditinggal saja sudah ada pemuda yang
berani mendekati Kiryuuin. Maka dari itu dia cepat-cepat membangun rumah agar
mereka bisa menghabiskan waktu bersama.
“Kiryuu... sebenarnya aku itu... Uhmm...
aku ingin—”
“Ada apa, Kyan? Bicaralah yang jelas~”
“Sebenarnya aku ingin mengajakmu makan
malam di luar, tapi uangku habis. Jadi kalau seandainya aku memasak seadanya
untukmu, kau tetap mau kan makan malam denganku?”
“HAHHH?!!! BAGAIMANA BISA UANGMU HABIS?”
Kiryuuin memekik dengan keras.
“Uangku habis untuk membangun rumah itu
ha-ha-ha-ha... Tidak lucu ya?”
Kiryuuin langsung menggeplak kepala
Kyan. “Apa yang kau sebut lucu, HAH?! Jangan membuatku marah! Pokoknya aku
tidak mau makan malam bersamamu. Masakanmu tidak enak!” seru Kiryuuin pura-pura
marah, padahal dia tertawa dalam hati. Dia memeluk Kyan dengan erat, sedetikpun
dia tidak mau berpisah lagi.
‘Gagal
deh... Mungkin lain kali saja aku mengatakannya...’ batin Kyan
merana.
~ OWARI ~